Sabtu, 17 Maret 2012


MAKALAH KAJIAN IPS SD
( PEMANASAN GLOBAL )
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Model pembelajaran cooperatif learning merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Model pembelajaran cooperatif learning dikembangkan berdasarkan teori belajar cooperatif learning kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk cooperatif. Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi.
      Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekeda dalarn situasi kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

B.     KONSEP
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa konsep diantaranya:
a.       Rumusan tujuan belajar harus jelas
Sebelum guru menggunakan suatu strategi dalam pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan tersebut menekankan pada pemahaman materi, sikap dan proses kerja kelompok.
b.      Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar
Guru harus mampu mengkondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas.
c.       Ketergantungan yang bersifat positif
Guru harus mengorganisasikan materi dan tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mampu mengerjakan tugas tersebut dalam kelompoknya, sehingga siswa akan merasa tergantung secara positif pada anggota kelompoknya.
d.      Interaksi yang bersifat terbuka
Mempermudah siswa dalam menerima masukan ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif.

e.       Tanggung jawab individu
Mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya atau kelompok yang sesuai dengan tujuan dari pembelajaran
f.       Kelompok bersifat heterogen
Agar interaksi yang terjadi didalam kelompok diperoleh dari berbagai pola piker yang berbeda.
g.      Interaksi sikap dan perilaku social yang positif
Guru harus mengarahkan siswa bagaimana melakukan kerja sama yang baik.
h.      Tindak lanjut
Guru harus memberikan masukan kepada siswa terhadap hasil kelompoknya dan memberikan kesempatan pada  siswa untuk mengungkapkan idea tau gagasan mereka.
i.        Kepuasan dalam belajar
Guru harus mampu merancang waktu yang memadai untuk kegiatan pembelajaran tersebut sehingga manfaat dari pembelajaran kooperatif dapat diperoleh.

C.     PEMBAHASAN
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1.      Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2.      Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan
3.      Tatap Muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4.      Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5.      Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997):
Kelompok Asal
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/07/kelompok-jigsaw1.jpg?w=600
Kelompok Ahli
Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
·         Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/07/kelompok-jigsaw2.jpg?w=600
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
·         Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
·         Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
·         Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
·         Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
·         Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2.      Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3.      Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.      Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5.      Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2.      Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3.      Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.      Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5.      Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan merasa lebih leluasa dalam menuangkan ide, pikiran, gagasannya. Dan pembelajaran tidak akan membosankan karena siswa belajar bersama-sama dengan siswa lainnya. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif  yaitu:
1.      Guru harus merancang rencana program pembelajaran
Guru dalam merancang program pembelajaran harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja kelompok yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2.      Aplikasi pembelajaran dikelas
Guru hanya menyampaikan materi pokok saja, sedangkan siswa disuruh untuk memahami atau menyelesaikan suatu masalah secara kelompok.
3.      Memberikan pengarahan dan bimbingan
Dalam memberikan bimbingan, pujian dan kritik yang membangun sangat penting bagi siswa
4.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan guru hanya berperan sebagai moderator.
Hal ini dimaksudkan agar guru bisa mengatur jalannya presentasi dan pada saat presentasi berakhir siswa diajak untuk melakukan refleksi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi selama presentasi.
Model pembelajaran cooperatif  learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran:
1. Cooperatif  learning pada pembelajaran IPS SD terhadap hasil belajar akademik.
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi
2. Cooperatif learning pada pembelajaran IPS SD terhadap penerimaan terhadap perbedaan.
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Cooperatif learning pada pembelajaran IPS SD terhadap pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Semua ini merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Sampai saat ini pembelajaran Cooperative Learning terutama teknik belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.




DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo..
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Etin Solihatin, Hajjah. 2007.  Cooperative Learning. Jakarta : Bumi Aksara.

Rabu, 04 Mei 2011

kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia dari segi fonologi dan segi morfologi


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah kurangnya keterampilan berbahasa. Wujud kurangnya keterampilan berbahasa itu antara lain disebabkan oleh kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan-kesalahan berbahasa ini menyebabkan gangguan terhadap peristiwa komunikasi, kecuali dalam hal pemakaian bahasa secara khusus seperti dalam lawak, jenis iklan tertentu, serta dalam puisi. Dalam pemakaian bahasa secara khusus itu, kadang-kadang kesalahan berbahasa sengaja dibuat atau disadari oleh penutur untuk mencapa efek tertentu sepeti lucu, menarik perhatian dan mendorong berpikir lebih intens.
Dewasa ini, bahasa Indonesia seringkali digunakan tanpa memperhatikan bidang-bidang dalam linguistik yang pada dasarnya harus dipahami sehingga seringkali pembelajaran bahasa yang dimaksudkan untuk berbagai kepentingan, baik untuk pengajaran maupun sebagai alat komunikasi, dijumpai berbagai permasalahan sehingga penguasaan bahasa Indonesia  baik dari segi penguasaan lisan maupun tertulis dapat menimbulkan keberagaman bahkan kesalahpahaman makna dalam berbahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai pengajaran maupun sebagai alat komunikasi tidak mudah dicapai karena dalam proses pembelajarannya pastilah dijumpai banyak permasalahan. Salah satu permasalahan itu berupa kesalahan-kesalahan berbahasa, diantaranya kesalahan dari segi fonologi dan morfologi. Apabila kesalahan-kesalahan tidak segera di identifikasi, akan mengakibatkan kendala berkelanjutan dalam proses berbahasa.
Bahasa sebagai alat komonikasi tidak diragukan lagi keampuhannya. Dibandingkan dengan media komunikasi lainnya seperti isyarat, lambang, dan sebagainya, betapa pun canggihnya, tetap bahasa itu memIliki peran yang sangat penting dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Manusia sebagai makhluk pencerita (homo fabulans) senantiasa ingin menyampaikan segala sesuatu yang ada dalam benak atau perasaannya kepada orang lain melalui bahasa. Dalam proses transformasi pesan dari individu pihak komunikator kepada individu atau pihak lainnya sebagai komunikan inilah sering terjadi kesalahan, terutama dalam bahasa tulis yang merupakan rekaman dari bahasa lisan itu.
Ditinjau dari segi sampainya pesan, kesalahan berbahasa lisan kurang terasa salahnya karena dalam komunikasi ini dapat dibantu dengan mimik ( gerak air muka ) serta panto mimik, gestur ( gerak anggota tubuh ), atau isyarat lainnya, atau karena Si Pemesan itu memiliki sikap bahasa yang penting asal orang mengerti. Lain halnya dengan komunikasi tulisan, kesalahan ini akan terasa sekali, karena bahasa tulis memerlukan kelengkapan fungtuasi atau tanda baca, keakuratan diksi atau pilihan kata, ketepatan struktur baik kata ( morfologi ) maupun kalimat atau sintaksis. Kesalahan berbahasa ini akan berakibat pada gagalnya penyampaian pesan karena salah tafsir, tidak mengerti apa yang disampaikan, hamburnya ( mubazirnya ) kata atau kalimat, bahasa tidak efesien dan efektif  lagi sebagai alat komunikasi dan berpikir. Tidak menutup kemungkinan kesalahan berbahasa akan menimbulkan kesalahan fatal dari pendengar atau pembaca terhadap pemaknaan pesan dari penutur atau penulis sehingga terjadi konflik dan sebagainya. 
Mengingat adanya masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu mengenai kesalahan-kesalahan yang dihadapi, penulis berusaha untuk menganalisa permasalahan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para penutur bahasa Indonesia baik sebagai bahan pengajaran maupun sebagai alat komunikasi agar kesalahan-kesalahan itu berkurang. Orientasi analisis ini adalah dengan di identifikasinya kesalahan-kesalahan berbahasa mereka, dari segi fonologi dan morfologi.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang  di atas, permasalahan dalam analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Apa sajakah  kesalahan berbahasa Indonesia yang dijumpai dari segi fonologi?
b.      Apa sajakah  kesalahan berbahasa Indonesia yang dijumpai dari segi morfologi?

C.    Tujuan Analisis
Tujuan – tujuan analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia dari segi fonologi dan segi morfologi
2.      Menganalisa kesalahan-kesalahan berbahasa dari segi fonologi dan morfologi agar tida terjadi kesalahan lebih lanjut




D.    Manfaat analisis
Hasil analisis ini diharapkan dapat membantu penutur bahasa Indonesia baik dalam pengajaran maupun dalam berkomunikasi, tidak melakukan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia dari segi fonologi dan morfologi,  serta memberi masukan kepada para penutur agar dapat berbahasa Indonesia dengan benar.










































BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Kesalahan Berbahasa Indonesia
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning”, H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar penyimpangan.
Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh S. Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa. Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas, dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

B.     Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dan sebagainya. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada berbaga tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa bila yang bersangkutan, lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya telah mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakan, tetapi karena suatu hal dia lupa akan sistem tersebut. Kelupaan itu biasanya tidak lama.
Sebaliknya, kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara  konsisten dan sistematis. Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh guru, misalnya melalui remedial, latihan, praktik, dan sebagainya. Sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa tentang sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang apabila tahap pemahaman semakin meningkat.
Kesalahan dapat terjadi akibat kebiasaan berbahasa ( language habit ) yang salah sehingga terjadi kesalahan berbahasa ( language error ). Kebiasaan berbahasa ini terjadi secara spontan dan biasanya sukar dihilangkan kecuali lingkungan bahasanya diubah misalnya dengan menghilangkan stimulus yang membangkitkan kebiasaan itu.  Dan dapat juga terjadi karena perbedaan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang digunakannya dalam pergaulan atau komunikasi resmi. Misalnya dengan adanya perbedaan antara bahasa ibu Sunda atau Jawa dengan bahasa Indonesia, maka akan terjadi interferensi dari bahasa kesatu ke bahasa kedua. Kesalahan karena kasus dwibahasawan ini misalnya kata gaji oleh orang Sunda diucapkan gajih , kata akan  oleh orang dari suku Jawa diucapkan jadi  aken  dan sebagainya yang menyangkut kesalahan pada tingkat fonologi, “ Sebulan sekali pada hari Minggu, di kampung saya selalu mengadakan kerja bakti “ Seharusnya bentukan ( morf dalam morfologi ) yang dipakai adalah diadakan karena memakai kata depan di.




C.    Kesalahan Berbahasa Beserta Analisisnya
a.      Analisis Kesalahan Berbahasa dari Segi Fonologi
Fonologi dalam bahasa adalah salah satu bidang dalam linguistik yang menyelidiki tentang bunyi-bunyi dalam bahasa menurut fungsinya. Kesalahan berbahasa dari segi fonologi adalah kesalahan berbahasa yang diperoleh dari kesalahan pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh dari alat ucap manusia, serta kesalahan yang diperoleh dari karena perbedaan penangkapan makna.
Kesalahan berbahasa yang dihasilkan karena kesalahan pengucapan manusia, jika dilihat dari ada tidaknya rintangan terhadap arus udara, bunyi bahasa dapat dibadakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu vokal dan konsonan. Vokal adalah pada pembentukan vokal bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu : tinggi rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal itu.
1.      Pada vokal
Kesalahan pengucapan pada vokal biasanya terdapat pada perbedaan cara pengucapan oleh penutur bahasa antar daerah (logat/dialek) yang sudah menjadi kebiasaan dengan cirri khasnya masing-masing, baik dari tekanan, intonasi, serta panjang pendeknya bunyi yang membangun aksen yang berbeda-beda.
Pada vokal e, terkadang disebut dengan è atau é.
Contohnya, kata “pilek”. Orang yang berkebudayaan Jawa akan mengatakan kata “pilek” sama halnya dengan bahasa Indonesia pada umumnya, namun terkadang terdapat kebudayaan yang dialek/logatnya justru berbeda, seperti Sumatra, Flores, dan daerah luar jawa lainnya.

2.      Pada konsonan
Kesalahan pengucapan pada konsonan sesuai dengan aslinya, konsonan dalam bahasa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan 3 faktor, yakni : (1). Keadaan pita suara, (2). Daerah artikulasi, dan (3). Cara artikulasi.
a.       Keadaan Pita Suara
Karakteristik dari konsonan adalah diucapkan dengan saluran suara yang lebih konstriksi. Ada konsonan yang diucapkan dengan saluran suara yang ditutup secara sesaat, yang lainnya diucapkan dengan penutupan saluran suara pada titik-titik tertentu.
b.      Daerah Artikulasi
      Artikulasi atau pembentukan vokal, dimana udara yang berasal dari pernafasan melalui pita suara dan kaviti-kaviti yang ada dibentuk menjadi suara yang dipakai untuk berbicara dibantu oleh organ-organ bicara seperti bibir, lidah gigi dan sebagainya.
Artikulasi Vowel (Huruf Hidup). Karakteristik dari Vowel adalah diucapkan dengan saluran suara yang terbuka (open vocal tract). Secara umum dapat dijelaskan dari posisi lidah, bibir dan pharynx.
Artikulasi Konsonan (Huruf Mati). Karakteristik dari konsonan adalah diucapkan dengan saluran suara yang lebih konstriksi. Ada konsonan yang diucapkan dengan saluran suara yang ditutup secara sesaat, yang lainnya diucapkan dengan penutupan saluran suara pada titik-titik tertentu.

c.       Cara artikulasi
Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/t; orrission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apic, distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan).
      Pada kasus ini, seseorang yang mengalami kesulitan artikulasi sehingga dikatakan melakukan kesalahan dalam berbahasa, biasanya diberi sebutan “celat”.

b.      Analisis Kesalahan Berbahasa dari Segi Morfologi
Kesalahan berbahasa dari segi morfologi adalah kesalahan berbahasa yang terletak pada ketidaktepatan pada bentuk-bentuk kata.
Pada analisis ini ada beberapa segi kesalahan dan memerlukan ralat/pembenaran, diantaranya :
a.       Kesalahan Pada Diksi (pemilihan kata)
Sebuah kata mengemban peran yang penting dalam sebuah kalimat/tuturan karena  arti atau makna sebuah kalimat dapat dibangun dengan pemilihan kata yang tepat. Apabila terjadi kesalahan pemilihan kata  maka akan terjadi pergeseran  arti/ makna kalimat, tidak sebagaimana diinginkan oleh penulisnya.  Bagi pembaca, kesalahan tersebut akan menimbulkan kesalahpaham atas arti/makna yang dimaksudkan penulis.
Kesalahan yang lakukan pada pemilihan kata meliputi (1) penggunaan kata yang benar-benar tidak tepat  untuk suatu konteks kalimat tertentu (2) penggunaan kata yang tidak lazim dalam konteks masyrakat Indonesia (3) pengunaan sinonim kata yang tidak tidak benar-benar tepat sebagaimana dituntut konteks kalimat tertentu (4) kerancuan dalam penggunaan kata-kata yang mirip, seperti penggunaan ada dan adalah , mudah dan murah, dsb. (5) penggunaan kata-kata yang merupakan hasil terjemahan secara harafiah dan (6) kesalahan penggunaan kata  terjemahan  yang bersinonim, seperti kata to leave yang terjemahan bahasa Indonesianya meninggalkan  dan berangkat. Pasangan kata seperti inilah yang sering dikacaukan dalam penggunaannya.
Beberapa kata yang  kesalahan pemakaiannya cukup sering adalah kata ada   yang dikacaukan dengan kata  adalah; penggunaan pronomina kita  dengan  kami (yang dalam bahasa Inggris ‘us’); kata  berangkat dengan kata meninggalkan; kata cara dengan kata secara;  kata tidak  dengan kata  bukan; kata ada  dengan kata mempunyi. Beberapa contoh kesalahan pembelajar dalam memilih kata di paparkan di bawah ini.
Contoh kesalahan pemilihan kata:
a)      Situasi ini pusing untuk anak-anak dan bisa sangat mempengaruhi mereka.
b)      Saya berbicara dengan sopir sambil naik. Dia ada sopir untuk enam tahun.
c)      Adalah banyak penjual dan pembeli dalam pasar.
d)     Kami berangkat SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
e)      Jam empat kami berangkat Hotel Radisson pergi ke Prambanan Temple.
f)       Setelah itu bis mengambilkan kami ke tempat yang ramai.
g)      Di Inggris masalah-masalah dengan disiplin sedang lebih jelek, misalnya kemangkiran dari sekolah, kedatangan yang terlambat dan kekerasan.
h)      Menurut tradisi, orang Batak adalah petani nasi tetapi pada waktu sekarang ekonomi Batak sangat beruntung pada karet dan kopi. A

Alternatif pembenarannya:
a)      Situasi ini membingungkan anak-anak dan  sangat mempengaruhi mereka.
b)      Saya berbicara dengan sopir ketika sudah di dalam taksi. Dia sudah menjadi sopir selama enam tahun.
c)      Ada banyak penjual dan pembeli di dalam pasar itu.
d)     Kami meningglkan SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
e)      Pada jam empat, kami berangkat dari  Hotel Radisson dan  pergi ke Candi Prambanan.
f)       Setelah itu, sopir bis mengantar kami ke tempat yang ramai.
g)      Di Inggris, masalah disiplin  lebih jelek, misalnya ketidakhadiran ke sekolah,  keterlambatan masuk sekolah  dan  kekerasan.
h)      Menurut tradisi, orang Batak adalah petani padi, tetapi  sekarang ekonomi masyarakat Batak lebih baik dengan perkebunan karet dan kopi. 

b.      Kesalahan Penggunaan Afiks
Kesalahan penggunaan afiks me-, yang dapat dikacaukan dengan penggunaan afiks di- . Hal ini juga berkaitan dengan bentuk aktif dan pasif yang akan diuraikan tersendiri. Kesalahan lain yang intensitasnya juga cukup sering dilakukan adalah penggunaan afiks me- yang dikacaukan pemakaiannya dengan afiks ber-. Afiks me- yang dikacaukan dengan penggunaan verba bentuk dasar dan verba bentuk dasar + -i. Kesalahan lain yang intensitas terjadinya relatif sering adalah penggunaan afiks me- yang dikacaukan dengan afiks me-....-kan, afiks me-....-kan yang dikacaukan penggunaannya dengan afiks ber-, dan penggunaan verba bentuk dasar yang dikacaukan pemakaiannya dengan afiks ber-.
Contoh kesalahan-kesalahan penggunaan afiks:
a)      Saya nikmat perjalan di Indonesia.
b)      Kalau orang tua perceraian, anaknya sering tinggal dengan ibunya.
c)      Ketika saya membaca tentang perkelahian pelajar, saya mengherankan.
d)     Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya tahu bagaimana batik membuat menggunakan dua cara, batik cap dan batik tulis tangan.
e)      Di Inggris guru-guru harus beruniversitas untuk tiga tahun kemudian mereka harus pergi ke mengajar TCC (teacher training college) untuk satu tahun.
f)       Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan menarik di Agama Islam.
g)      Untuk menulis presentasi ini, saya dibicara dengan tiga orang.
h)      Mungkin mayoritas orang Indonesia merasa kecemburuan kepada orang asing.
i)        Dia menyuruh Kunto menyanyakan polisi.
j)        Dalam karangan ini saya akan membicara tentang perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jaaawa dan di Inggris.
Alternatif pembenarannya:
a)      Saya menikmati perjalanan  di Indonesia.
b)Kalau orang tua bercerai, anak-anaknya sering tinggal bersama ibunya.
c)      Ketika saya membaca berita tentang perkelahian pelajar, saya heran.
d)     Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya mengetahui cara membuat  batik yang menghasilkan dua jenis batik,  batik cap dan batik tulis tangan.
e)      Di Inggris, guru-guru harus belajar di universitas selama tiga tahun kemudian mereka harus belajar di  TCC (Teacher Training College) selama satu tahun.
f)       Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan ketertarikannya pada Agama Islam.
g)Untuk menulis presentasi ini, saya berbicara dengan tiga orang.
h)Mayoritas orang Indonesia merasa cemburu kepada orang asing.
i)        Dia menyuruh Kunto bertanya kepada polisi.
j)        Dalam karangan ini, saya akan membicarakan perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jawa dengan keluarga di Inggris

c.       Kesalahan Urutan Kata
Urutan kata dimaksudkan sebagai susunan kata untuk membentuk tataran yang lebih tinggi. Dalam bahasa Indonesia, pada umumnya, sesuatu yang diterangkan berada di depan yang menerangkan. Namun demikian, sering terjadi kesalahan dalam urutan ini. Dari hasil analisis data penelitian ini, ada 74 kesalahan dalam hal urutan kata. Para pembelajar melakukan pembalikan atas urutan kata sebagaimana terlihat dalam beberapa contoh di bawah ini.
Contoh kesalahan dalam urutan kata:
(1)    Hari ini, menarik hari.
(2)    Keluarga adalah sosial  kesatuan yang paling penting bagi orang Batak Toba.
(3)    Bernama ini ‘Ngelangkahi’.
(4)      Kadang-kadang orang yang datang baru menjadi terkejut, mereka harap memenuhi mimpi mereka.
(5)      Jamu saset belum komplit harus dicampur dengan lain bahan-bahan seperti beras kencur, anggur merah, madu, dll.
(6)      Pada tanggal 16 September setulisan di halaman sembilan memberi kesan bahwa musik pendidikan memerlukan sebagai dasar baik sekali untuk humaniora.
(7)    Bentuk kedua di polusi datang dari industri.
(8)      Mayoritas orang-orang saya dengan berbicara adalah sopir taksi dan juga tetangga saya di desa saya.
(9)      Terbang itu dipasang oleh British Aerospace pegawai dari onderdil dari Indonesia.
(10)    Dia diajarkan SMA curikulum yang sama-sama di semua sekolah.

Alternatif pembenarannya:
(1)    Hari ini adalah hari yang menarik.
(2)    Keluarga adalah  kesatuan sosial  yang paling penting bagi orang Batak Toba.
(3)    Ini bernama ‘Ngelangkahi’.
(4)      Kadang-kadang, orang yang baru datang menjadi terkejut karena mereka berharap mimpi mereka terpenuhi.
(5)      Jamu saset yang belum komplit harus dicampur dengan bahan-bahan lain seperti beras kencur, anggur merah, madu, dll.
(6)      Pada tanggal 16 September, sebuah tulisan di halaman sembilan memberi kesan bahwa pendidikan musik  diperlukan sebagai dasar yang  baik untuk pendidikan humaniora.
(7)    Kedua bentuk polusi ini berasal dari industri.
(8)      Mayoritas orang-orang yang berbicara dengan saya adalah sopir taksi dan juga tetangga saya di desa.
(9)      Pesawat terbang itu dirakit oleh pegawai British Aerospace dengan onderdil dari Indonesia.
(10)    Dia mengajar sesuai dengan Kurikulum SMA yang sama di setiap sekolah.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
     Kesalahan berbahasa terjadi karena :
1.      belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan
2.      faktor kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara  konsisten dan sistematis
3.      akibat kebiasaan berbahasa ( language habit ) yang salah sehingga terjadi kesalahan berbahasa ( language error)
4.      karena perbedaan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang digunakannya dalam pergaulan atau komunikasi resmi (kesalahan dwibahasawan)
Analisis kesalahan berbahasa dapat dipandang dari segi fonologi dan morfologi, dimana kesalahan tersebut harus segera diadakan ralat/pembenaran agar kesalahan yang terjadi dalam berbahasa tidak semakin fatal.

B.     Saran
Agar kesalahan berbahasa tidak semakin fatal, maka ketika kesalahan tersebut telah terjadi dan diketahui, hendaknya segera dilakukan alternatif pembenaran/ralat dan dianalisis dimana letak kesalahan yang terjadi sehingga dapat berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.